Ekspektasi
Indonesia Sebagai Negara Agraris Terhadap Kedaulatan Pangan Nasional
Meski dijuluki sebagai negara agraris, namun hingga kini
Indonesia masih kesulitan untuk mencapai kedaulatan pangan. Situasi
pangan Indonesia masih rawan karena pasokan yang ada hanya bisa pas-pasan
mengimbangi pertambahan penduduk. Padahal, sebagai negara dengan penduduk
terbanyak keempat di dunia, risikonya terlalu besar apabila hanya puas dengan
keadaan pangan yang sekarang ini. Kalau kita puas dengan keadaan pangan yang
pas-pasan, itu berarti kita akan selalu dihantui oleh kerawanan pangan, kerawanan
ekonomi, dan social.
Krisis pangan ini ditandai dengan banyaknya produk
pertanian yang masih mengandalkan produk luar negeri. Padahal sebagai negara
agraris dengan kekayaan alamnya, seharusnya dapat mendukung pencapaian
swasembada segala produksi pertanian. Hingga saat ini Indonesia masih mengimpor beberapa komoditi.
Padahal seharusnya negara harus didukung dengan persediaan atau ketahanan
pangan yang stabil.
Kendala utama yang dihadapi dalam membangun kemandirian
pangan Indonesia adalah meningkatkan produksi padi untuk mengimbangi
pertambahan jumlah penduduk dan berkurangnya areal lahan sawah. Padi termasuk
komoditas strategis dan makanan pokok di Indonesia. Untuk itu Pemerintah,
Akademisi dan Praktisi lintas sektoral sudah sewajarnya melakukan usaha-usaha
bersama untuk mengatasi kebutuhan pangan Nasional dan berkontribusi dalam
mengatasi ancaman Krisis Pangan dunia.
Persoalan besar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini
adalah bagaimana memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduknya yang jumlahnya
terus bertambah setiap tahun. Pertumbuhan produksi beras selama 10 tahun
belakangan ini hanya sekitar 1,0 persen per tahun, di bawah pertumbuhan
penduduk yang besarnya rata-rata 1,6 persen per tahun.
Kini Indonesia tercatat sebagai importir beras terbesar di dunia dan menjadi importir gula kedua terbesar di dunia. Jika kita tidak menemukan cara untuk meningkatkan produksi pangan, maka Indonesia sebagai bangsa yang merdeka tidak memiliki kedaulatan untuk menyediakan pangan secara mandiri bagi warganya, sebab kebutuhan dasar yang satu ini amat tergantung bangsa lain. Eksploitasi negara maju akan kian nyata merubuhkan kedaulatan kita sebagai bangsa sebab keunggulan sumber daya pertanian kita tak cukup sakti untuk menjadikan negeri ini berdaulat di bidang pangan.
Kini Indonesia tercatat sebagai importir beras terbesar di dunia dan menjadi importir gula kedua terbesar di dunia. Jika kita tidak menemukan cara untuk meningkatkan produksi pangan, maka Indonesia sebagai bangsa yang merdeka tidak memiliki kedaulatan untuk menyediakan pangan secara mandiri bagi warganya, sebab kebutuhan dasar yang satu ini amat tergantung bangsa lain. Eksploitasi negara maju akan kian nyata merubuhkan kedaulatan kita sebagai bangsa sebab keunggulan sumber daya pertanian kita tak cukup sakti untuk menjadikan negeri ini berdaulat di bidang pangan.
Setiap tanggal 16 Oktober, seluruh dunia
memperingati Hari Pangan Sedunia, yang untuk tahun ini ditetapkan tema ”Food Prices from Crisis to
Stability”, sementara di
tingkat nasional ditetapkan tema “Menjaga Stabilitas Harga dan Akses Pangan Menuju
Ketahanan Pangan Nasional”. Tema-tema itu akan menjadi slogan kosong belaka
apabila Indonesia tidak bergegas mengatasi ironi di negara yang mengklaim
sebagai negeri agraris ini. Betapa tidak, Indonesia adalah sebuah negara yang
memiliki sumber agraria yang melimpah. Hal ini pulalah yang menyebabkan
sebagian besar penduduk Indonesia terlibat dalam dunia pertanian. Sekitar 46
persen penduduk Indonesia adalah petani. Namun ironisnya, sebagai negara
agraris yang tanahnya subur dan gemah ripah loh jinawi saat ini Indonesia bukan saja tidak
mampu berswasembada pangan, tetapi sebaliknya justru mengalami krisis pangan.
Malah sebagian kebutuhan pangan Indonesia telah tergantung kepada impor, yang
harganya naik tak terkendali.
Oleh karena itu
sebagai penyempurnaan, untuk tidak mengatakan sebagai pengganti, kebijakan
ketahanan pangan perlu dikembangkan dan diterapkan kebijakan kedaulatan pangan. Secara konseptual, kedaulatan
pangan berarti hak setiap negara atau masyarakat untuk menentukan sendiri
kebijakan pangannya, melindungi sistem produksi pertanian dan perdagangan untuk
mencapai sistem pertanian yang berkelanjutan dan mandiri.
Kedaulatan
pangan mengatur produksi dan konsumsi pertanian yang berorientasi kepada
kepentingan lokal dan nasional, bukan pasar global. Kedaulatan pangan mencakup
hak untuk memproteksi dan mengatur kebijakan pertanian nasional dan melindungi
pasar domestik dari dumping dan kelebihan produksi negara lain
yang dijual sangat murah. Oleh karena itu, petani kecil dan buruh tani harus
diberikan akses terhadap tanah, air, benih, dan sumber-sumber agraria lainnya.
Dengan
demikian, kedaulatan pangan harus didahulukan di atas kepentingan pasar.
Sungguhpun demikian, kebijakan kedaulatan pangan tidak melarang perdagangan,
tetapi menekankan bahwa produksi pangan harus diprioritaskan untuk
mencukupi kebutuhan pangan sendiri dan keluarga, yang diproduksi secara
organik, berkelanjutan dan aman. Selain itu, kebijakan kedaulatan pangan juga
menekankan input dan
pemasaran hasil pertanian adalah melalui organisasi-organisasi tani atau
koperasi tani sehingga tidak tergantung dari industri.
Secara lebih
konkret, ada tujuh prinsip utama untuk menegakkan kedaulatan pangan, antara
lain adalah: (1) pembaruan agraria, (2) adanya hak akses rakyat terhadap
pangan, (3) penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan, (4) pangan untuk
pangan dan tidak sekadar komoditas yang diperdagangkan, (5) pembatasan
penguasaan pangan oleh korporasi, (6) melarang penggunaan pangan sebagai
senjata, (7) pemberian akses ke petani kecil untuk perumusan kebijakan
pertanian.
Salah
satu fokus yang mempengaruhi rasio produksi pangan adalah mekanisme pembaruan
agraria di petak sawah yang akan ditanami tanaman padi. Tanaman padi adalah
tanaman yang mempunyai ketergantungan besar terhadap kuantitas air. Sehingga
diperlukannya suatu perlakuan untuk mendistribusikan air hingga sampai ke petak
sawah terendah yang akan dialiri. Didalamnya termasuk sistem jaringan irigasi
dan bangunan air. Indonesia memiiki dua musim yaitu musim kemarau dan
musim penghujan. Pada musim kemarau, sawah-sawah mulai mengering dan kekurangan
air. Bahkan pada kondisi yang ekstrim, sawah tidak terdapat air. Namun, pada kondisi
musim penghujan, justru sawah tergenang oleh air.
Oleh karena itu,
diperlukan adanya perencanaan irigasi yang baik dan benar sesuai dengan standar-standar
yang berlaku guna mengatasi dua kondisi diatas. Irigasi dapat didefinisikan
sebagai upaya manusia untuk: mengambil air dari sumber, mengalirkannya ke dalam
saluran, membagikan ke petak sawah, memberikan air pada tanaman, dan membuang
kelebihan air ke jaringan pembuang/drainase, sehingga kebutuhan air di sawah
dapat terpenuhi sesuai kebutuhan.
Perencaan irigasi diatas tidak
terlepas oleh pengambilan air pada sumbernya. Dalam tugas ini sumber yang
dimaksud adalah sungai. Oleh karena itu diperlukan bangunan-bangunan utama dan
pelengkap guna menaikkan , membelokkan dan mengalirkan air pada tujuannya.
Banguan utama ialah semua bangunan yang direncanakan di dan di sepanjang sungai
atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan irigasi, biasanya
dilengkapi dengan kantng lumpur agar bisa mengurangi kandungan sedimen yang
berlebihan serta memungkinkan untuk mengukur air yang masuk.
Perlu
diketahui bahwa pembaruan agraria atau perlakuan terhadap petak sawah, yang
diantaranya pembangunan jaringan irigasi yang sistemik, bangunan utama serta
bangunan pelengkap lainnya hanyalah salah satu alternatif yang bisa dijadikan
fokus untuk meningkatkan komoditas pertanian Indonesia. Akan tetapi masih
banyak faktor yang mempengaruhi dan butuh perhatian khusus dari tiap” akademisi
di bidangnya untuk peninjauan dan implementasi lebih lanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar