Minggu, 04 Maret 2012

Restrukturisasi Jakarta dalam Mengendalikan Laju Populasi Penduduk Ibukota


Restrukturisasi Jakarta dalam Mengendalikan Laju Populasi Penduduk Ibukota

Indonesia memang bukan satu-satunya negara yang menjadi sorotan kapasitas penduduk yang tidak terkendali, untuk beberapa pulau di Indonesia layaknya Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua. Populasi penduduk diasumsikan sudah terdistribusi secara merata. Namun coba kita lihat ke sebelah selatan Indonesia, kepulauan Jawa. Dewasa ini peningkatan kapasitas penduduk di Jakarta pada khususnya, telah menjadi polemik bagi masyarakat terutama pemerintah. Kapasitas yang tidak terkendali bukan sekedar kajian fertilisasi semata. Namun sangat dipengaruhi oleh laju pergerakan penduduk yang melesat tajam ke arah Ibukota.

Pertumbuhan penduduk di jakarta sangat mempengaruhi perumahan dan pemukiman penduduk yang berdomisili. Ketersediaan lahan yang terus menipis, sama sekali tidak mengurungkan niat penduduk rural untuk berurbanisasi ke pusat kota. Kesulitan untuk mencari tingkat kehidupan layak, dan minimnya lapangan pekerjaan merupakan motivasi penduduk untuk bergerak menuju daerah dengan konsentrasi yang lebih padat, padahal hal itu akan memacu persaingan yang semakin selektif. Permasalahan ini sering sekali berujung pada pengangguran dan kriminalitas.

 Pusat kota yang seharusnya menjadi pusat konsentrasi pemerintahan, kini harus jauh dari pandangan yang kondusif. Banyak hal yang bisa dilakukan termasuk mengalihkan prioritas sektor kota ke arah barat, timur dan utara Indonesia.  Sejauh ini pemerintah Jakarta mengendalikan pertumbuhan penduduk ibu kota dengan meningkatkan pengawasan administrasi, penyuluhan keluarga berencana, dan transmigrasi. Ketiga hal tersebut menjadi pokok masalah yang berkorelasi dan selalu berjalan secara sinergi, seiring dengan terusnya ledakan penduduk di Jakarta.

Pengawasan administrasi ini dilakukan melalui diberlakukannya atau restrukturisasi kartu identitas/tanda penduduk serta operasi yustisi. Penyuluhan keluarga berencana didedikasikan kepada masyarakat yang berorientasi pada keluarga produktif melalui pendekatan persuasif untuk menngendalikan kelahiran bayi, agar terbentuk suatu kondisi dimana masyarakat mengedepankan kualitas daripada kuantitas. Selanjutnya pengendalian transmigrasi yang terus meningkat, memacu pemerintah untuk mereformasi sistem pembangunan dan sektor pemerintahan yang baru, untuk meredam laju magnet ketertarikan masyarakat ke sentrum ibukota.

Tapi tau kah kita pergolakan penduduk di pusat kota bisa saja dikendalikan. Dalam hal ini pembangunan dan teknokrat sipil kembali dibutuhkan partisipasinya untuk  merevitalisasi pengembangan kawasan pemukiman vertikal. Dengan begitu suatu lahan yang kecil dapat menampung sejumlah penduduk dalam kapasitas yang lebih besar. Tapi apa yang terjadi di Jakarta, pertumbuhan sektor pembangunan layaknya apartemen, kondomunium dan berbagai macam resort berkembang pesat dengan investasi yang menjanjikan bagi kedua belah pihak baik investor dan penyedia. namun tetap saja tidak berpengaruh sama sekali untuk memulihkan tingginya populasi penduduk ibu kota. Mengapa demikian, jelas karena bangunan tersebut hanya ditujukan kepada masyarakat kalangan menengah keatas.



Nah terlepas dari semua itu, darimanakah kita harus memulai? Menurut pemahaman saya sebagai mahasiswi yang berorientasi pada pembangunan. Saya mencoba untuk masuk ke dalam permasalahan ini, meskipun saya sama sekali bukan objek ataupun subjek yang terlibat langsung akan dampak dari laju pertumbuhan penduduk di Ibukota. Menurut pandangan saya, pengawasan administrasi, penyuluhan keluarga berencana, pengendalian transmigrasi hingg revitalisasi sektor pembangunan vertikal, semuanya sudah direalisasikan oleh pemerintah pusat. Tapi tak juga kunjung berdampak signifikan dalam pengendaliannya.

Nah, bagaimana dengan restrukturisasi beberapa sector penting yang menjamur di Jakarta, tidakkah kita berpikir Jakarta dewasa ini menjadi pusat berkumpulnya sektor pendidikan, sektor pemerintahan, sektor industri. Tidakkah kita mengadopsi atau setidaknya menyadari bahwa negara maju disekitar kita, tentang sistem pemerintahan dan sistem regional yang mereka terapkan.

Coba kita lihat Jakarta sekarang, mengapa transmigrasi tidak bisa dikendalikan. Jangan terlebih dahulu menyalahkan masyarakat, Ibu kota sudah pasti menjadi asumsi bagi sebagian orang banyak sebagai tempat dengan target lapangan kerja yang menjanjikan, terlepas dari persaingan yang berat.  Namun bagaimana dengan pendidikan, Jakarta dipercaya dengan menjamurnya  perguruan tinggi ternama dan notabene yang telah diakui oleh masyarakat domestik bahkan untuk masyarakat asia. Tidak bisakah pemerintah mendisposisikan sektor pendidikan ke berbagai wilayah lainnya di Indonesia?. Tentu saja bisa, bahkan jawabannya bisa, andai saja kita sudah bergerak sejak dahulu.

Jika sekarang kita telah menganngap terlanjur untuk merestrukturisasi sistem regional pendidikan yang sudah terlanjur tumbuh subur di pusat Ibu kota. Sungguh tidak seutuhnya, bangunan perguruan tinggi bisa saja diubah fungsinya menjadi bangunan yang masih dengan kepentingan pemerintah. Bayangkan apabila pergerakan sebagian besar masyarakat pelajar yang berdifusi ke berbagai daerah di Indonesia. Sungguh hal ini cepat atau lambat berperan dalam deselerasi laju meledaknya populasi penduduk ibukota.

Nah bagaimana dengan sektor industri dan ivestasi, perkembangannya juga terlanjur meluas di kawasan Jakarta. Sektor Industri mungkin berdampak baik bagi sebagian responden, tapi tidakkah kita menyadari bahwa, sumber daya alam indonesia tidak hanya menumpuk di Jakarta, banyak potensi yang belum dieksplorasikan khususnya di daerah barat, timur dan utara Indonesia.  Begitu juga dengan investasi, investor Indonesia dan juga sebagian kecil investor asing terus bergerak menuju ibukota, Jakarta layaknya menjadi substansi bagi pusat perdagangan, permainan saham dan modal.

Dalam hal ini Pemerintah Indonesia diharapkan bersikap lebih reseptif terhadap argumen dan aspirasi masyarakat pelajar dan cendekiawan. Bahwa sudah saatnya untuk merestrukrurisasi sistem regional terkait pendisposisian beberapa sektor penting di Jakarta. Sekilas kita menganggap bahwa bergabungnya beberapa sektor di pusat ibukota, maka akan meningkatkan perekenomian daerah, tapi nyatanya Jakarta terus bergerak regresif dan kondisi perekonomiannya semakin melemah. Ibaratnya Jakarta saat ini telah mengalami obesitas, layaknya orang yang mengalami oobesitas maka pergerakannya akan semakin regresif sehingga kapasitas pencapaian semakin menurun.

1 komentar:

  1. bagus sekali isinya, bahasa terstruktur rapi
    lanjutkan.. :P

    BalasHapus