Minggu, 19 Februari 2012


Pembangkit Listrik Tenaga Surya, Sumber Energi Alternatif Untuk Meningkatkatkan Rasio Elektrifikasi di Indonesia

Berbicara tentang penyaluran listrik, Indonesia memang belum memenuhi tingkat rasio elektrifikasi nasional. Saat ini masyarakat Indonesia mempercayakan pemenuhan listrik ke seluruh wilayah kepada PLN  (Pembangkit Listrik Negara) yang sangat bergantung kepada Bahan Bakar Minyak. Indonesia memang dikenal dengan sumber daya alam yang melimpah. Namun terkadang itu tidak bisa menjadi garansi bahwa sumber daya alam itu dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat seperti listrik dalam jangka waktu lama.
Saat ini memang kita mempercayakan penyaluran listrik kepada PLN. Sejauh ini memang pemadaman kerap kali dapat dihindari oleh PLN yang merupakan salah satu  (Badan Usaha Milik Negara BUMN). Tapi mungkin kita tidak patut berbangga, karena tarif dasar listrik yang menjadi tagihan tiap bulannya bukanlah tarif sesungguhnya, melainkan tarif subsidi yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini diupayakan agar mengurangi beban masyarakat dalam tagihan tarif dasar listrik. Pada dasarnya subsisidi listrik di Indonesia telah menyalahi prosedur yang berlaku. Penyimpangan subsidi listrik ini ditandai dengan pemerataan tarif dasar listrik bersubsidi bagi seluruh masyarakat baik untuk masyarakat menengah ke atas dan masyarakat menengah ke bawah.
Sulit untuk dibayangkan bahwa rumah perkotaan dengan permintaan listrik yang besar, ditandai dengan pemakaian 100-1.000 Kwh masih menikmati tarif dasar listrik yang bersubsidi dari pemerintah. Hal ini jelas tidak dapat ditolerir, mereka dengan penggunaan besar tapi mereka pula yang mendapat potongan tarif yang besar. Seharusnya tarif dasar listrik bersubsidi layak ditujukan kepada masyarakat dengan pemakaian 60 Kwh. Nah, apa resolusi kita sebagai mahasiswa yang sudah seharusnya mencari alternatif lain penyaluran listrik selain PLN.
Terlintas dalam pikiranku tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Ya, Indonesia adalah negara yang berlimpah dengan pancaran sinar matahari. Pembangkit Listrik Tenaga Surya adalah sistem penyaluran listrik yang menggunakan cahaya matahari sebagai energi untuk kemudian diubah menjadi energi listrik dengan panel surya atau solar cell. Kedengarannya memang pembangkit listrik ini sangat sederhana. Dibandingkan PLN yang terus mengandalkan pada BBM dan Batu Bara yang disinyalir akan habis apabila pemakaian yang tidak terkendali. Belum lagi BBM merupakan indikator penting dalam mobilisasi transportasi. Maka PLTS bisa menjadi alternatif yang perlu dipertimbangkan.
Belakangan ini kemajuan teknologi selalu dikaitkan langsung terhadap alam. Sebisa mungkin kita harus tetap menjaga dan melestarikan alam. Penggunaan Bahan Bakar Minyak dan Batu Bara belakangan ini dianggap berdampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini tidak terlepas dari kesalahan prosedur dari pengoperasian  dan juga limbah pembuangan yang dihasilkan. Pembangkit Listrik Tenaga Surya ini sangat ramah terhadap lingkungan, tidak menimbulkan polusi sehingga kita secara tidak langsung mengurangi pemanasan global. Mengapa demikian?, karena mayoritas listrik yang digunakan di Indonesia berasal dari pembangkit listrik dengan bahan baku BBM dan batubara. Masalahnya, dari proses ini dikeluarkan banyak emisi karbon yang merupakan sumber terbesar penyebab terjadinya pemanasan global (global warming).
Beberapa komponen yang diperlukan dalam Pembangkit Listrik Tenaga Surya diantaranya adalah: panel surya / solar celll, charge controller, baterai, inverter. Solar panel mengkonversikan tenaga matahari menjadi listrik. Sel silikon (disebut juga solar cells) yang disinari matahari/ surya, membuat photon yang menghasilkan arus listrik. Sebuah solar cell menghasilkan kurang lebih tegangan 0.5 Volt. Jadi sebuah panel surya 12 Volt terdiri dari kurang lebih 36 sel (untuk menghasilkan 17 Volt tegangan maksimun). Charge controller, digunakan untuk mengatur pengaturan pengisian baterai. Inverter, adalah perangkat elektrik yang mengkonversikan tegangan searah (DC - direct current) menjadi tegangan bolak balik (AC - alternating current). Baterai, adalah perangkat kimia untuk menyimpan tenaga listrik dari tenaga surya. Tanpa baterai, energi surya hanya dapat digunakan pada saat ada sinar matahari.
             Panel surya / solar cell,  sebagai komponen penting Pembangkit Listrik Tenaga Surya, mendapatkan tenaga listrik pada pagi sampai sore hari sepanjang ada sinar matahari. Umumnya kita menghitung maksimun sinar matahari yang diubah menjadi tenaga listrik sepanjang hari adalah 5 jam. Tenaga listrik pada pagi - sore disimpan dalam baterai, sehingga listrik dapat digunakan pada malam hari, dimana tanpa sinar matahari.
Karena  Pembangkit Listrik Tenaga Surya sangat tergantung kepada sinar matahari, maka perencanaan yang baik sangat diperlukan. Perencanaan terdiri dari:
  • Jumlah daya yang dibutuhkan dalam pemakaian sehari-hari (watt).
  • Berapa besar arus yang dihasilkan  panel surya / solar cell  (dalam ampere hour), dalam hal ini memperhitungkan berapa jumlah panel surya / solar cell yang harus dipasang.
  • Berapa unit baterai yang diperlukan untuk kapasitas yang diinginkan dan pertimbangan penggunaan tanpa sinar matahari (ampere hour).
Kalau begitu mengapa Indonesia belum menerapkan sistem  Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Sebenarnya ada, namun jarang ditemukan. Umumnya masyarakat menganggap PLTS membutuhkan biaya investasi awal yang besar. Padahal kalau dilihat dari keberlangsungannya maka dapat digolongkan cukup lama, dimana Pembangkit Listrik Tenaga Surya dengan  panel surya / solar cell  memiliki daya tahan 20 - 25 tahun. Baterai dan beberapa komponen lainnya dengan daya tahan 3 - 5 tahun. Dari sudut pandang biaya pengoperasian perjam, maka apabila kita kalkulasikan antara biaya investasi dan biaya perawatan terhadap jangka waktu pemakaian. Maka tarif yang kita keluarkan selama pemakaian cukup rendah, ditambah lagi kita bisa langsung berkontribusi terhadap lingkungan. Pemakaian PLTS juga dapat menghindari pemadaman secara mendadak. Sejauh ini para peneliti terus mengembangkan panel surya, sehingga biaya investasinya tidak lagi mahal. 
Jadi atas pertimbangan kelebihan-kelebihan tersebut, maka tidak ada salahnya kalau kita beralih ke Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Dibandingkan dengan wacana penambahan subsidi listrik oleh pemerintah dari asumsi APBN senilai puluhan triliun rupiah, dianggap tidak tepat. Akan lebih baik, jika subsidi itu digunakan untuk menambah infrastruktur listrik di pelosok-pelosok pedesaan yang belum tersentuh listrik. Sekarang ini, rasio elektrifikasi nasional baru mencapai 65%. Artinya masih ada 35% masyarakat di Indonesia yang belum mendapat aliran listrik. Pemakaian PLN dan PLTS yang dijalankan secara simultan juga bisa menjadi solusi apabila kita belum terlalu yakin apakah PLTS sendiri dapat mengcover kebutuhan listrik kita perhari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar