Pembangkit Listrik Tenaga Surya, Sumber
Energi Alternatif Untuk Meningkatkatkan Rasio Elektrifikasi di Indonesia
Berbicara tentang penyaluran listrik, Indonesia memang belum memenuhi tingkat rasio elektrifikasi nasional. Saat ini masyarakat Indonesia mempercayakan pemenuhan listrik ke
seluruh wilayah kepada PLN (Pembangkit
Listrik Negara) yang sangat bergantung kepada Bahan Bakar Minyak. Indonesia
memang dikenal dengan sumber daya alam yang melimpah. Namun terkadang itu tidak
bisa menjadi garansi bahwa sumber daya alam itu dapat memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat seperti listrik dalam jangka waktu lama.
Saat ini memang kita mempercayakan penyaluran
listrik kepada PLN. Sejauh ini memang
pemadaman kerap kali dapat dihindari oleh PLN yang merupakan salah satu (Badan Usaha Milik Negara BUMN). Tapi mungkin
kita tidak patut berbangga, karena tarif dasar listrik yang menjadi tagihan
tiap bulannya bukanlah tarif sesungguhnya, melainkan tarif subsidi yang
ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini diupayakan agar mengurangi beban masyarakat
dalam tagihan tarif dasar listrik. Pada dasarnya subsisidi listrik di Indonesia
telah menyalahi prosedur yang berlaku. Penyimpangan subsidi listrik ini
ditandai dengan pemerataan tarif dasar listrik bersubsidi bagi seluruh
masyarakat baik untuk masyarakat menengah ke atas dan masyarakat menengah ke
bawah.
Sulit untuk dibayangkan bahwa rumah perkotaan
dengan permintaan listrik yang besar, ditandai dengan pemakaian 100-1.000 Kwh
masih menikmati tarif dasar listrik yang bersubsidi dari pemerintah. Hal ini
jelas tidak dapat ditolerir, mereka dengan penggunaan besar tapi mereka pula
yang mendapat potongan tarif yang besar. Seharusnya tarif dasar listrik
bersubsidi layak ditujukan kepada masyarakat dengan pemakaian 60 Kwh. Nah, apa
resolusi kita sebagai mahasiswa yang sudah seharusnya mencari alternatif lain
penyaluran listrik selain PLN.
Terlintas dalam pikiranku tentang Pembangkit
Listrik Tenaga Surya. Ya, Indonesia adalah negara yang berlimpah dengan
pancaran sinar matahari. Pembangkit Listrik Tenaga Surya adalah sistem
penyaluran listrik yang menggunakan cahaya matahari sebagai energi untuk
kemudian diubah menjadi energi listrik dengan panel surya atau solar cell. Kedengarannya memang pembangkit
listrik ini sangat sederhana. Dibandingkan PLN yang terus mengandalkan pada BBM
dan Batu Bara yang disinyalir akan habis apabila pemakaian yang tidak
terkendali. Belum lagi BBM merupakan indikator penting dalam mobilisasi
transportasi. Maka PLTS bisa menjadi alternatif yang perlu dipertimbangkan.
Belakangan ini kemajuan teknologi selalu
dikaitkan langsung terhadap alam. Sebisa mungkin kita harus tetap menjaga dan
melestarikan alam. Penggunaan Bahan Bakar Minyak dan Batu Bara belakangan ini
dianggap berdampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini tidak terlepas dari
kesalahan prosedur dari pengoperasian
dan juga limbah pembuangan yang dihasilkan. Pembangkit Listrik Tenaga
Surya ini sangat ramah terhadap lingkungan, tidak menimbulkan polusi sehingga
kita secara tidak langsung mengurangi pemanasan global. Mengapa demikian?,
karena mayoritas listrik yang digunakan di Indonesia berasal dari pembangkit
listrik dengan bahan baku BBM dan batubara. Masalahnya, dari proses ini
dikeluarkan banyak emisi karbon yang merupakan sumber terbesar penyebab
terjadinya pemanasan global (global warming).
Beberapa komponen yang diperlukan dalam
Pembangkit Listrik Tenaga Surya diantaranya adalah: panel surya / solar celll, charge controller, baterai, inverter. Solar
panel mengkonversikan tenaga matahari menjadi listrik. Sel silikon (disebut
juga solar cells) yang disinari matahari/ surya, membuat photon yang
menghasilkan arus listrik. Sebuah solar cell menghasilkan kurang
lebih tegangan 0.5 Volt. Jadi sebuah panel surya 12 Volt terdiri dari kurang
lebih 36 sel (untuk menghasilkan 17 Volt tegangan maksimun). Charge controller, digunakan untuk
mengatur pengaturan pengisian baterai. Inverter, adalah perangkat elektrik yang mengkonversikan
tegangan searah (DC - direct current) menjadi tegangan bolak balik (AC -
alternating current). Baterai, adalah perangkat kimia untuk menyimpan tenaga
listrik dari tenaga surya. Tanpa baterai, energi surya hanya dapat digunakan
pada saat ada sinar matahari.
Panel surya / solar cell, sebagai komponen
penting Pembangkit Listrik Tenaga Surya, mendapatkan tenaga listrik pada pagi
sampai sore hari sepanjang ada sinar matahari. Umumnya kita menghitung maksimun
sinar matahari yang diubah menjadi tenaga listrik sepanjang hari adalah 5 jam.
Tenaga listrik pada pagi - sore disimpan dalam baterai, sehingga listrik dapat digunakan pada malam hari,
dimana tanpa sinar matahari.
Karena
Pembangkit Listrik Tenaga Surya sangat tergantung kepada sinar
matahari, maka perencanaan yang baik sangat diperlukan. Perencanaan terdiri
dari:
- Jumlah daya yang dibutuhkan dalam pemakaian
sehari-hari (watt).
- Berapa besar arus yang dihasilkan panel surya / solar cell (dalam ampere hour), dalam hal ini memperhitungkan berapa jumlah
panel surya / solar cell yang
harus dipasang.
- Berapa unit baterai yang diperlukan untuk
kapasitas yang diinginkan dan pertimbangan penggunaan tanpa sinar matahari
(ampere hour).
Kalau
begitu mengapa Indonesia belum menerapkan sistem
Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Sebenarnya ada, namun jarang
ditemukan. Umumnya masyarakat menganggap PLTS membutuhkan biaya investasi awal
yang besar. Padahal kalau dilihat dari keberlangsungannya maka dapat
digolongkan cukup lama, dimana
Pembangkit Listrik Tenaga Surya dengan
panel surya / solar cell memiliki daya tahan 20 - 25 tahun. Baterai dan beberapa komponen lainnya dengan
daya tahan 3 - 5 tahun. Dari sudut pandang biaya pengoperasian perjam, maka
apabila kita kalkulasikan antara biaya investasi dan biaya perawatan terhadap
jangka waktu pemakaian. Maka tarif yang kita keluarkan selama pemakaian cukup
rendah, ditambah lagi kita bisa langsung berkontribusi terhadap lingkungan.
Pemakaian PLTS juga dapat menghindari pemadaman secara mendadak. Sejauh ini
para peneliti terus mengembangkan panel surya, sehingga biaya investasinya
tidak lagi mahal.
Jadi atas pertimbangan kelebihan-kelebihan tersebut, maka
tidak ada salahnya kalau kita beralih ke Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Dibandingkan dengan wacana penambahan subsidi listrik
oleh pemerintah dari asumsi APBN senilai puluhan triliun rupiah, dianggap tidak
tepat. Akan lebih baik, jika subsidi itu digunakan untuk menambah infrastruktur
listrik di pelosok-pelosok pedesaan yang belum tersentuh listrik. Sekarang ini,
rasio elektrifikasi nasional baru mencapai 65%. Artinya masih ada 35%
masyarakat di Indonesia yang belum mendapat aliran listrik.
Pemakaian PLN dan PLTS yang dijalankan secara simultan juga bisa menjadi solusi
apabila kita belum terlalu yakin apakah PLTS sendiri dapat mengcover kebutuhan
listrik kita perhari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar